Read in English
Sesekali media dipenuhi berita kelompok ekstrimis muslim yang membantai orang-orang dan melakukan tindakan kejahatan kriminal keji atas nama Islam. ISIS misalnya, jika ada yang bertanya mengapa mereka melakukan hal yang jelas-jelas salah dan masih menganggapnya sebagai perintah Tuhan, mereka akan menjawabnya dengan menjelaskan bahwa mereka mempercayai seorang ulama muslim dan mereka mendapat perintah dari Tuhan melalui ulama tersebut. Berdasarkan hal ini, mereka menganggap perintah seorang ulama setara dengan perintah Tuhan dan secara buta mengikuti instruksi ulama tersebut mengenai bagaimana membuat Tuhan senang. Tapi tidakkah cara ini terdengar terlalu mirip dengan upaya penipuan dan jelas berlawanan dengan pesan utama Islam, yakni untuk tidak mengikuti orang lain kecuali Tuhan? Bagaimana ini dapat terjadi? Bagaimana mungkin asal muasal pesan tersebut mencapai fenomena saat ini yang sangat berkontradiksi?
Pada artikel “Believe vs Trust”, kita mengetahui bahwa seperti halnya semua agama-agama modern, pemahaman tentang Islam dan kepercayaan kepada Tuhan dimanifestasikan sebagai keyakinan pada apa yang disampaikan oleh para ulama/pemuka agama lokal. Setelah menganalisis akar dari interpretasi agama, artikel tersebut menunjukkan bahwa elemen utama yang melegitimasi penyatuan antara apa yang diyakini para ulama dengan praktik menjalankan Islam adalah anggapan bahwa Hadits sebagai pilar Islam. Islam pada saat ini telah bercampur dengan Hadits dan menjadi sangat rumit sehingga membuat kebanyakan umat muslim tidak menemukan solusi selain menanyakan pandangan atau masukan dari beberapa ahli Hadits (atau ulama) untuk mencari tahu tentang “apa yang dikatakan Islam”. Kepatuhan buta ini menciptakan potensi ekstrimisme; jika ulama tersebut adalah seorang ekstrimis, maka pengikut buta juga akan mempraktikkan ektrimisme yang diajarkan olehnya atas nama agama.
Kemudian, dalam artikel “Islam without Hadits”, kita melihat sisi positif dan negatif keberadaan Hadits dalam praktik Islam saat ini, dan menunjukkan bahwa dengan menghilangkan Hadits kita tidak akan kehilangan intisari nilai keislaman. Selain itu, kita juga mendapat kesempatan untuk menemukan kembali Islam yang sederhana—sebuah agama yang membimbing kita pada tindakan yang bertanggung jawab dan terpuji. Pada Simple Islam (Islam Sederhana), yang bebas dari kompleksitas Hadits, tidak akan ada tempat untuk para ulama menginstruksikan pada pengikut buta mereka agar melakukan kejahatan dan tindakan kriminal. Pada artikel “Scope”, kita melihat kembali topik-topik kontroversial dalam Qur’an, misalnya tentang perbudakan dan hak-hak perempuan, serta melihat Qur’an dengan sudut pandang yang sangat berbeda dengan cara-cara yang diajarkan para ulama selama bertahun-tahun.
Frequently Asked Questions (FAQ)
Q1: Yang disebutkan di atas adalah ulama-ulama yang tidak baik. Selama ini saya mengikuti ulama-ulama yang baik!
A: Qur’an sudah mengingatkan tentang kepatuhan buta. Baca bagian D dari artikel Trust.
Q2: Beberapa ekstrimis mengaku tidak mematuhi satu pun ulama dan hanya mengikuti Qur’an!
A: Mereka mengadaptasi interpretasi Qur’an yang asal-asalan mengambil sebagian dari Hadits dan dimantapkan oleh pandangan ulama-ulama sebelumnya. Pada intinya mereka mengikuti sudut pandang ulama-ulama tersebut.
Q3: Saya membaca sendiri Qur’an. Dikatakan di sana “bunuh para kafir”!
A: Itu keluar dari konteks! Ungkapan tersebut merujuk pada sebuah peristiwa perang tertentu melawan para kriminal di Mekah. Yang disebut sebagai “Kafir”, dengan artian tidak bersyukur, dalam konteks tidak bersyukur atas datangnya nabi. Qur’an bahkan menggunakan kata “Kafir” pada umat muslim. Penerjemahan umum yang disampaikan oleh para ulama yang mengartikan kafir sebagai non-muslim menyebabkan miskonsepsi.
Q4: Ekstrimis menggunakan Hadits yang asal-asalan. Terdapat banyak cara untuk membedakan Hadits mana yang patut dipercaya, mana yang tidak. Saya mengikuti ulama-ulama yang mengetahui cara-cara tersebut dengan baik!
A: Ekstrimis mengatakan hal yang sama dengan apa yang anda katakan. Intinya baik anda maupun ekstrimis mematuhi secara buta dan berpikir bahwa ulama yang anda percayai adalah yang paling benar. Baca artikel trust tentang kepatuhan buta.
Q5: Mengapa saya harus mempercayai artikel anda? Apakah anda adalah seorang ulama?
A: Jangan mudah percaya. Baca argumen-argumen yang ditawarkan dan putuskan sendiri baik untuk percaya atau tidak.
Q6: Tanpa adanya Hadits, bagaimana kita dapat mengetahui detail-detail ritual?
A: Bagian 4 dari artikel Islam without Hadith.
Q7: Bukankah Qur’an sendiri mengatakan agar kita mengikuti Hadits?
A: Tidak. Baca di sini.
Q8: Mengabaikan Hadits berarti mengabaikan Muhammad SAW?
A: Tidak. Baca Hadits-less Muhammad.
Terjemahan Oleh: Ayunda Nurvitasari
@ayundanurvi
Pada artikel “Believe vs Trust”, kita mengetahui bahwa seperti halnya semua agama-agama modern, pemahaman tentang Islam dan kepercayaan kepada Tuhan dimanifestasikan sebagai keyakinan pada apa yang disampaikan oleh para ulama/pemuka agama lokal. Setelah menganalisis akar dari interpretasi agama, artikel tersebut menunjukkan bahwa elemen utama yang melegitimasi penyatuan antara apa yang diyakini para ulama dengan praktik menjalankan Islam adalah anggapan bahwa Hadits sebagai pilar Islam. Islam pada saat ini telah bercampur dengan Hadits dan menjadi sangat rumit sehingga membuat kebanyakan umat muslim tidak menemukan solusi selain menanyakan pandangan atau masukan dari beberapa ahli Hadits (atau ulama) untuk mencari tahu tentang “apa yang dikatakan Islam”. Kepatuhan buta ini menciptakan potensi ekstrimisme; jika ulama tersebut adalah seorang ekstrimis, maka pengikut buta juga akan mempraktikkan ektrimisme yang diajarkan olehnya atas nama agama.
Kemudian, dalam artikel “Islam without Hadits”, kita melihat sisi positif dan negatif keberadaan Hadits dalam praktik Islam saat ini, dan menunjukkan bahwa dengan menghilangkan Hadits kita tidak akan kehilangan intisari nilai keislaman. Selain itu, kita juga mendapat kesempatan untuk menemukan kembali Islam yang sederhana—sebuah agama yang membimbing kita pada tindakan yang bertanggung jawab dan terpuji. Pada Simple Islam (Islam Sederhana), yang bebas dari kompleksitas Hadits, tidak akan ada tempat untuk para ulama menginstruksikan pada pengikut buta mereka agar melakukan kejahatan dan tindakan kriminal. Pada artikel “Scope”, kita melihat kembali topik-topik kontroversial dalam Qur’an, misalnya tentang perbudakan dan hak-hak perempuan, serta melihat Qur’an dengan sudut pandang yang sangat berbeda dengan cara-cara yang diajarkan para ulama selama bertahun-tahun.
Frequently Asked Questions (FAQ)
Q1: Yang disebutkan di atas adalah ulama-ulama yang tidak baik. Selama ini saya mengikuti ulama-ulama yang baik!
A: Qur’an sudah mengingatkan tentang kepatuhan buta. Baca bagian D dari artikel Trust.
Q2: Beberapa ekstrimis mengaku tidak mematuhi satu pun ulama dan hanya mengikuti Qur’an!
A: Mereka mengadaptasi interpretasi Qur’an yang asal-asalan mengambil sebagian dari Hadits dan dimantapkan oleh pandangan ulama-ulama sebelumnya. Pada intinya mereka mengikuti sudut pandang ulama-ulama tersebut.
Q3: Saya membaca sendiri Qur’an. Dikatakan di sana “bunuh para kafir”!
A: Itu keluar dari konteks! Ungkapan tersebut merujuk pada sebuah peristiwa perang tertentu melawan para kriminal di Mekah. Yang disebut sebagai “Kafir”, dengan artian tidak bersyukur, dalam konteks tidak bersyukur atas datangnya nabi. Qur’an bahkan menggunakan kata “Kafir” pada umat muslim. Penerjemahan umum yang disampaikan oleh para ulama yang mengartikan kafir sebagai non-muslim menyebabkan miskonsepsi.
Q4: Ekstrimis menggunakan Hadits yang asal-asalan. Terdapat banyak cara untuk membedakan Hadits mana yang patut dipercaya, mana yang tidak. Saya mengikuti ulama-ulama yang mengetahui cara-cara tersebut dengan baik!
A: Ekstrimis mengatakan hal yang sama dengan apa yang anda katakan. Intinya baik anda maupun ekstrimis mematuhi secara buta dan berpikir bahwa ulama yang anda percayai adalah yang paling benar. Baca artikel trust tentang kepatuhan buta.
Q5: Mengapa saya harus mempercayai artikel anda? Apakah anda adalah seorang ulama?
A: Jangan mudah percaya. Baca argumen-argumen yang ditawarkan dan putuskan sendiri baik untuk percaya atau tidak.
Q6: Tanpa adanya Hadits, bagaimana kita dapat mengetahui detail-detail ritual?
A: Bagian 4 dari artikel Islam without Hadith.
Q7: Bukankah Qur’an sendiri mengatakan agar kita mengikuti Hadits?
A: Tidak. Baca di sini.
Q8: Mengabaikan Hadits berarti mengabaikan Muhammad SAW?
A: Tidak. Baca Hadits-less Muhammad.
Terjemahan Oleh: Ayunda Nurvitasari
@ayundanurvi